Di era digital yang kian berkembang pesat, perselisihan antara nama domain dan merek kerap terjadi. Konflik antara keduanya bahkan dapat menyebabkan kerugian finansial, hilangnya reputasi, atau bahkan pemulihan hukum.
Mengingat hal tersebut menjadi salah satu isu penting, Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Antara Merek dan Nama Domain: Memahami Perbedaan Rezim Hukum dan Tantangan dalam Penyelesaian Perselisihan”.
“Melihat tren yang berkembang saat ini, pendaftaran nama domain dan hak intelektual tentunya sangat berkaitan erat. Kami sebagai Registri domain .id bisa melihat dari berbagai perspektif bagaimana solusi terbaik dalam menangani konflik nama domain dan merek,” ujar Ketua PANDI John Sihar Simanjuntak saat membuka acara Seminar “Antara Merek dan Nama Domain” di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan pada (3/12/2024).
Dengan menghadirkan pakar hukum dan merek sebagai narasumber, John berharap acara seminar ini dapat membuka peluang kolaborasi yang lebih luas antara industri nama domain dan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Senada dengan John, Adel Chandra selaku Ketua Tim Kerja Layanan Administrasi Permohonan, Klasifikasi, Publikasi dan Dokumentasi Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mengatakan teknologi informasi menciptakan peluang untuk pertumbuhan bisnis, di mana pemilik merek dapat membangun produknya untuk dapat terhubung langsung dengan konsumen.
“Namun perkembangan era digital juga terdapat tantangan yang harus dihadapi, yakni resiko peningkatan pelanggaran hak atas merek yang semakin kompleks,” ungkap Adel saat menjadi pembicara dalam seminar tersebut.
Menurut Nidya Kalangie selaku Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), alat yang efektif bagi pemilik merek untuk melindungi hak mereknya di ranah digital yaitu menggunakan Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND).
“PPND dapat memastikan nama domain digunakan secara sah dan tidak merugikan pihak yang memiliki hak merek. Dengan strategi yang tepat, pemilik merek dapat menjaga reputasi dan integritas mereknya, sekaligus memastikan kontrol atas penggunaan mereknya di internet,” ungkap Nidya yang juga menjadi pembicara dalam acara yang sama.
Melanjutkan penjelasan dari AKHKI, salah satu Panelis PPND Juliane Sari Manurung mengatakan kebijakan PPND dapat digunakan dengan tetap mengacu pada kebijakan dan aturan penyelesaian perselisihan Nama Domain yang diadopsi oleh Internet Corporation for Assigned Names (ICANN).
“Perselisihan biasanya terjadi akibat pendaftaran nama domain yang terdaftar tanpa hak, melanggar hak orang lain, didaftarkan dengan iktikad tidak baik, atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dari situ, Panelis PPND akan memeriksa berdasarkan bukti yang diajukan yang sesuai dengan kebijakan,” ungkap Juliane.
Pihaknya menambahkan, PANDI dalam hal ini menggunakan kebijakan PPND yang terinspirasi dari aturan penyelesaian perselisihan Nama Domain yang diadopsi oleh ICANN terhadap seluruh keberatan yang disampaikan.
TENTANG PANDI
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) adalah sebuah perkumpulan yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, operator industri internet, dan akademisi. Didirikan pada tahun 2006, PANDI menerima redelegasi dari Internet Assigned Numbers Authority (IANA) sebagai Registri .id pada tahun 2013.
Hingga 31 Desember 2023, jumlah domain .id yang terdaftar masih menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, dengan total 951.421 Nama Domain. Nama Domain .id sendiri bisa diartikan sebagai Indonesia, identitas, ide, dan lainnya. Sejalan dengan makna tersebut, PANDI juga memiliki kebijakan khusus dalam menyelesaikan perselisihan nama domain .id.
Narahubung:
Humas PANDI
Wa: 0811-884-0607 / Email: humas@pandi.id
*Anda dapat menyiarkan ulang atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber www.pandi.id*